Mr. X : Dok, saya mau
tanya boleh ya…
dr. Diana : Tentu boleh,
silakan
Mr. X : Kalo vape
sama rokok itu lebih aman mana si?
dr. Diana : Sama-sama gak aman… Karena dua-duanya mengandung zat yang membahayakan…
Mr. X : Tapikan
vape itu salah satu jembatan untuk berhenti merokok dok…
dr. Diana : Nah ini yang
harus diluruskan…. Berikut penjelasannya.
Rokok elekrik atau vape adalah suatu alat
dengan baterai sebagai daya untuk memanaskan suatu cairan dan menghantarkan suatu
produk aerosol kepada penggunanya. Badan kesehatan dunia mengeluarkan pernyataan
pada tahun 2019 ini bahwa peredaran vape di seluruh dunia mengalami peningkatan,
dan sebagaimana provinsi lain di Indonesia, Yogyakarta juga mengalami fenomena baru
menjamurnya penggunaan vape.Pengguna vape merambah berbagai umur bahkan menurut
survei yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2018
menunjukkan anak usia sekolah dasar juga merupakan kelompok yang menggunakan
vape secara aktif. Hal ini sejalan dengan mudahnya mendapatkan toko yang
menyediakan kebutuhan vape di sekitar kita dan sampai saat ini belum ada peraturan
yang mengatur peredarannya selain cukai sebesar 57% yang seakan memberikan legalitas
beredarnya produk yang keamanannya belum jelas ini. Anak dan remaja merupakan sasaran
empuk penggunaan vape karena terbuai dengan berbagai
wangi buah dan permen pada saat menggunakan vape, sehingga mereka tidak menyadari
bahaya dan efek kecanduan menghirup vape.
Anggapan bahwa vape aman karena tidak mengeluarkan
asap dan tidak beracun sehingga membuat sebagian perokok konvensional tertarik beralih
ke vape sebagai alternative pengganti rokok. Referensi informasi yang dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya masih belum banyak diketahui oleh masyarakat luas. Semoga tulisan ini
dapat memberikan andil dalam meluruskan pemahaman mengenai rokok elektrik.
Vape mengandung berbagai zat sama bahayanya
dengan rokok konvensional. Beberapa zat berbahaya tersebut antara lain:
1. Bahan karsinogenik.
Bahan karsinogenik
bermakna zat tersebut dapat memicu munculnya kanker. Kanker yang dimaksud tidak
hanya kanker paru, namun juga kanker mulut dan tenggorok. Bahan karsinogen yang
terdapat di vape antara lain propylene glycol, gliserol, formaldehid, nitrosamine.
2. Nikotin
Nikotin adalah zat yang bertanggungjawab terhadap sifat addiksi
atau ketagihan terhadap rokok konvensional mau pun vape. Sifat nagih ini yang
membuat seseorang sulit lepas dari vape danmenimbulkan gejala penolakan apabila
dihentikan mendadak.
3. Radikal bebas
Efek buruk vape terkait infeksi diparu diakibatkan terdapatnya
7x1011 zat radikal bebas pada setiap hirupan vape yang dapat mengakibatkan
peningkatan sifatoksidatif dan mengubah sistem kekebalan sel. Hal ini sama halnya
kerusakan akibat rokok konvensional. Nikotin yang sering kali kita dengar ada
di rokok konvensional juga ditemui di vape. Nikotin ini bertanggungjawab terhadap
perubahan gen yang dapat menyebabkan peningkatan bakteri penyebab Tuberkulosis
(TBC) di paru sehingga risiko sakit TBC juga meningkat 2 kali lipat pada pengguna
vape dibandingkan bukan perokok.
4. Beberapa zat toksik lain seperti logam berat, silikat,
berbagai nano partikel dan particulate
matter dengan ukuran yang sangat kecil dan dapat berpeluang menimbulkan iritasi,
peradangan, menurunkan sistem kekebalan local pernapasan, peningkatan sensitivitas
saluran napas, asma, gejala pernapasan dan bronkitis. Gangguan pencernaan,
sistem kekebalan dan gangguan pembekuan darah merupakan efek lain yang bisa ditimbulkan
akibat penggunaan vape.
Beberapa
pengguna vape menjadikan alasan vape sebagai jembatan untuk usaha berhenti merokok.
Apakah hal itu benar? Sayangnya hal tersebut adalah tidak benar. Badan Kesehatan
Dunia dalam konfrensi WHO Framework
Convention OnTobacco Control tahun 2014 menyatakan dengan tegas bahwa tidak
terdapat cukup bukti bahwa penggunaan vape dapat membantu seseorang berhenti merokok.
Sebuah penelitian di Polandia menunjukkan bahwa 30% remaja berusia 15-19 tahun
yang menggunakan vape pada tahun 2013-2014 sebanyak 72.4% diantaranya adalah pengguna
rokok dan vape secara bersamaan. Penelitian oleh Uhamka tahun 2018 di Jakarta
menunjukkan bahwa diantara 11.8% siswa SMA pengguna vape,
sebanyak 51% diantaranya adalah dual
users.
Isu
penting lain terkait penggunaan vape adalah vape dapat menjadi pintu masuk baru
beragam jenis narkoba. Penelitian yang dilakukan oleh Blundell tahun 2018
menyatakan 39.5% dari 861 responden menggunakan vape sebagai media menghisap narkoba,
baik narkoba konvensional (ganja, kokaindan heroin) atau pun narkoba jenis baru
(ganja sintetis atau katinonasintetis).
Kejadian
sakit paru karena penggunaan vape sudah dilaporkan sebelumnya namun tidak dalam
jumlah yang cukup besar. Pada bulan Juli 2019, Departemen Pelayanan Kesehatan
Wisconsin dan Departemen Kesehatan Masyarakat Illinois, Amerika Serikat menerima
laporan penyakit paru terkait vaping dan mengadakan investigasi kesehatan terhadap
semua kasusnya. Terdapat 53 kasus dengan riwayat penggunaan vape 90 hari sebelum
muncul gejala dan didapatkan kerusakan paru yang luas. Kerusakan tersebut tidak
terkait dengan penyebab lain setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan. Rerata usia
pada kasus tersebut adalah 19 tahun dan 94% diantaranya harus dirawat inap, 32%
diantaranya harus menjalani intubasi dan menggunakan ventilator, 1 kasus dilaporkan
meninggal. Semua kasus memiliki gambaran kerusakan paru yang sama yaitu kerusakan
luas di kedua paru. Saat ini para klinisi dan ilmuwan di seluruh dunia mengumpulkan
berbagai kasus dan data mengenai vape sehingga diharapkan masyarakat dapat menerima
informasi yang valid dan dapat dipercaya.